Senin, 23 November 2020

wanita terakhir dari pelukan orang lain.


Cintai aku karena atas dasar rasa menuju surga Yang Maha Esa, bukan nafsu belaka. Sebab, tubuhku sudah banyak yang menjamah. Badanku berulang kali dilukai. Jika, kamu tiba hanya karena kasihan, maka jangan bertahan di rumah cintaku. Aku butuh keseriusan, bukan perhatian belaka tanpa ada kepastian. Aku ingin cinta yang tulus datang menyirami bunga kebahagiaan, bukan perasaan sinis melulu.


Di bawah langit sejarah, aku masih duduk di teras rumah. Menanti keajaiban dan kejutan sebagai hadiah di bulan ganjil tahun genap. Kamu yang kutunggu terlalu lama datang. Walau kadang hati meradang. Jiwa berontak dengan dengungan juang. Aku belum berpindah tempat, sebelum kamu tiba. Aku tak akan beralih ke lain hati, jika rasamu-rasaku masih kita jaga sampai hari ini.

Izinkan aku mengukir namamu sebelum malam berakhir. Esok sujud terakhir akan kuselipkan doa-doa. Kuharap, kamu masih percaya padaku. Namun, saat kamu tiba di halaman rumah hatiku, ada penampakan yang luar biasa. Aku menanti kejutan, tapi
hadiah perih yang didapatkan.

"Untuk apa kamu menunggu saya di rumah cintamu. Sedangkan saya adalah orang ke sekian yang menjamah tubuhmu."

Belum sempat aku persilakan kamu duduk manis di sampingku, tamparan keras pertama sudah kamu layangkan. Belum sempat aku menjawab, kamu malah menyuguhkan kalimat yang paling menyayat hati. "Tak perlu kamu berharap saya tetap berada di sampingmu. Karena kesucianmu telah direnggut oleh orang lain. Oleh deretan lelaki biadab yang tak kutahu nama-nama mereka."

Sudah banyak aku temukan kebiadaban para lelaki. Datang dengan cinta, tapi pergi tanpa ada kata. Manis dan perhatian pada awal perkenalan, tapi menyembunyikan kepentingan berselubung. Bertahan karena rasa, namun yang diterapkan adalah nafsu belaka. Aku yang sudah tak mengontrolkan diri, harus melakukan pembelaan. Walau aku terlahir dari darah pelacur, tapi kebebasan dan pendapatku tak ingin dipenjara.

"Jika, keperawanan adalah sebuah tolak ukur untuk menilai kehormatan seorang wanita, maka kesucian lelaki lebih dahulu direnggut saat pertama kali mimpi basah. Kesucian bukan terletak di selangkangan. Kehormatan bukan di tempel pada buah dada. Pada jenggot dan batang mulia yang selalu berdiri itu."

Aku memilih jeda untuk menanggapi perkataanmu, memperbaiki posisi duduk. Sedangkan kamu masih berdiri di bawah pohon jambu batu. Kamu dan aku terlihat asing. Padahal, kita sudah "baku tahu badan" antara satu sama lain. Kamu adalah tamu sekaligus kekasihku, tapi sikap dan tutur bahasamu sudah kelewatan, aku sebagai tuan rumah berhak mengeluarkan pendapat. Aku sudah pertimbangkan matang-matang.

"Lantas kenapa kamu tak jijik meniduriku secara gratis! Ah, payah lelaki biadab semacam kamu. Hanya karena selangkanganku sudah tak sempit, kamu malah memaki aku dengan bahasa yang sulit untuk aku lupakan. Kamu tak jauh beda dengan paman, ayah, polisi, politisi tentara, jaksa, mahasiswa, preman dan yang lainnya. Mereka pernah membayar tubuhku demi memuaskan nafsu binal di ranjang. Nyatanya, baru satu goyangan, sudah loyoh. Bicara tentang revolusi di mana bumi dipijaki, tapi lemah juga dengan godaan wanita. Dengang goyangan kenikmatan. Tak pernah puas dengan urusan ranjang."

Pancingan bahasaku mampu membuatmu malu. Mami Anu keluar dari arah pintu rumah yang berhadapan dengan kamar kontrakanku. Ia adalah orang yang merawat aku sejak dari kecil. Saat ibuku tega membuang aku di tempat sampah. Sampai hari ini, aku belum tahu siapa ayahku sebenarnya.

"Rose, ajak tamumu masuk. Tidak enak lelaki dibiarkan berdiri."

"Iya Mami. Terima kasih."

Mami Salsa masuk kembali. Kamu mulai memasang wajah jengkel. Aku tak lagi emosi. Sikap lelaki seperti ini sudah berulang kali aku dapatkan. Kebanyakan lelaki datang menikmati tubuhku. Iya, harus aku akui dalam diriku mengalir "darah pelacur" sejak lahir. Karena aku lahir di luar nikah. Dibuang oleh ibu kandung sendiri.

"Saya harus pulang Rose. Jangan kamu menaruh dendam padaku. Maaf saya datang menanam bibit kecewa. Menidurimu berulang kali tanpa ada bayaran. Hanya keterpaksaan. Saya hanya mengisi kekosongan hati."

**

Penjelasan Mami Anu, bahwa aku dipungut di tempat sampah. Di bawah pohon pisang. Banyak pohon kapuk juga di daerah yang tidak terlalu kuhafal namanya itu. Mami Anu yang dulu seorang pelacur, kini sudah tak bekerja di tempat maksiat itu. Ia menikah dengan seorang pengusaha yang cukup disegani di daerah ini.

Nama "Rose" diberikan oleh Mami Anu sendiri. Belakangan, ibuku sering datang ke rumah kontrakanku. Saat aku masih SD. Ia selalu datang dengan lelaki berbeda-beda. Dari bola mata dan hidung ibu, ia begitu mirip denganku.

Sejak dari TK-SD, Mami Anu merawatku dengan kasih sayang yang tak ada duanya. Ia seperti ibu kandungku sendiri. Dan, dari Mami Anu, aku tahu "ibuku seorang pelacur. Dan, kini menjalani profesi sebagai seorang germo. Ia selalu mendatangi wanita-wanita cantik dari pelbagai daerah. Dari yang bodinya paling bahenol dan tubuhnya pas-pasan. Mereka semua di bawah kendali ibuku.

"Kelak, Rose akan saya asuh. Ia adalah aset berharga. Kecantikannya akan jadi primadona di tempat plesiranku."

Kata-kata itu selalu terngiang di dalam alam ingatanku. Ibuku ingin menjual tubuhku. Mengikuti jejaknya dengan pekerjaan terkutuk itu. Namun, aku masih bersikeras untuk mengikuti arahannya Mami Anu. "Tuhan tak membedakan manusia hanya dari profesi belaka, Ros. Kamu masih muda. Sudah waktunya kamu menentukan pilahan hidupmu sendiri. Kamu mesti berjalan ke depan. Bekerja boleh, asal jangan jual diri. Ikut kemauan orang boleh-boleh saja, yang penting kemerdekaan dirimu tak boleh diinjak-injak."

Dari suaminya Mami Anu, aku memperoleh banyak ilmu agama sebagai bekal hidup. Tubuhku pernah dijamah, tapi dengan bayaran mahal. Semua orang yang meniduriku, wajib membayar sesuai harga yang aku patok. Aku tak sembarang ditiduri lelaki. Setidaknya, mereka harus bersih dan punya gaya goyangan yang tak kaku. Tahan lama dan sama-sama memperoleh kenikmatan.

Setiap lelaki hidung belang menikmati tubuhku, tak pernah aku temukan kenikmatan. Belakangan bertemu dengan Al, aku merasakannya. Aku menaruh kagum dan jatuh hati kepadanya. Karena setiap olahraga ranjang, ia tak pernah bertanya "apakah aku merasakan kenikmatan dari setiap goyangan?"

Al tak pernah kasar terhadapku. Seumur hidup, aku baru jatuh cinta dengan lelaki. Ia adalah Al. Lelaki yang terkenal kaya ini selalu bersikap baik terhadap sesama. Ia berjanji akan menikahiku. Kabar ini sampai didengar oleh Mami Anu dan suaminya. Kedua orang yang sudah aku anggap ibu dan ayahku itu pun merestui.

Hanya suaminya Mami Anu pernah berpesan, saat Al sering datang ke rumah kontrakan dengan mobil mewahnya itu. "Rose, jangan terlalu percaya dengan omongan orang. Apalagi, lelaki hidung belang. Setiap perkataan wajib disaring. Jangan ditelan mentah-mentah!"

**

Aku dengan Al bertemu saat belanja di pasar tradisional. Saat itu, dompetku dirampok oleh beberapa orang bertato. Berbadan tegak. Al hadir sebagai dewa penyelamat. Mendekati hati sang dewi yang sedang butuh bantuan.

"Kamu tidak apa-apa." Tanya Al dengan napas terengah-engah.

"Iya, terima kasih sudah membantu."

"Terima kasihlah dengan Tuhan-mu. Saya hadir hanya perantara."

Al mengantarku sampai ke rumah kontrakan. Rumah yang aku tinggali adalah miliknya Mami Anu. Setelah ia pensiun dari pekerjaan terkutuk itu, ia membuka beberapa rumah kontrakan. Setiap rumah kontrakan, selalu dipasang CCTV. Hanya di kamar yang aku tinggal tidak dipasang.

Sudah lima tahun Mami Anu menikah, tapi belum dikarunia anak. Aku sudah dianggap sebagai anak kandung mereka. Entah, faktor apa sebagai penyebab, aku pun kurang tahu. Yang terpenting, aku bisa membuat Mami Anu dan suaminya tetap tersenyum. Membantu mereka tanpa banyak berharap. Mengikuti arahan mereka tanpa banyak protes.

Semenjak dari situ, Al sering mengajak aku jalan-jalan. Hubunganku dengan Al sudah banyak yang tahu. Hingga, ibuku menyewa beberapa orang preman bayaran untuk mencelakai Al. Tapi, tetap saja gagal. Al yang terkenal jago bela diri ini tak pernah takut. Yang ia takut hanya dengan Tuhan. Ia akan melakukan tindakan kontak fisik dengan lawannya, kecuali mereka terlebih dahulu memancing atau memulai.

Profesiku sebagai seorang pelacur, perlahan-lahan kutinggali. Tubuhku hanya dilacuri oleh Al. Sedangkan, keperawananku dihancurkan oleh pacarku dulu yang datang dengan jutaan janji. Saat itu, ia sengaja bertamu di rumah kontrakanku. Tak ada Mami Anu dan suaminya. Hanya aku sendiri. Ia membiusku. Setelah sadar, ada bercak darah yang mengalir dari daerah kewanitaanku. Tubuhku tanpa dibaluti pakaian. Aku telanjang bulat di ranjang mewah yang wanginya bukan main.
#noname


2 komentar:

dalam kenangan

Nak.... Lembaran baru dimulai lagi Seribu pengalaman terlewati Bagi di sayat sembilu dan di tikam belati Kadang suka dan duka di...